Pages

Minggu, 22 Desember 2013

Selamat Hari Ibu

Tadinya aku berniat makan malam dengan roti tawar isi pisang, cokelat, dan keju yang dibalur telur kemudian dipanggang. Selang beberapa menit, aku membuka kulkas. Lalu aku melihat ada lele yang siap digoreng di situ. Kemudian aku bingung. Haruskah aku memakan lele itu juga atau tidak. Tidak lama kemudian ibuku menggoreng lele-lele itu. Lalu aku tidak jadi bingung. Akhirnya aku memakan lele yang sudah digoreng ibuku itu. Terima kasih ibu...

Rabu, 11 Desember 2013

Trolling Level: Akun Twitter Media Online


Menjawab kebutuhan masyarakat akan informasi dan komunikasi yang cepat, up-date, kapan saja, dan di mana saja telah memicu banyak kantor surat kabar untuk membentuk media berbasis online sebagai perpanjangan atau ekstensi dari surat kabar yang mereka jalankan. Secara singkat, media online tersebut adalah media massa yang tersaji secara online.  Termasuk kategori media online adalah portal, website, radio online, TV online, dan email. Media online seringkali disebut-sebut sebagai media massa "generasi ketiga" setelah media cetak (koran, tabloid, majalah, buku) dan media elektronik (radio, televisi, dan film/video).
Secara teknis, media online juga dapat didefinisikan sebagai media berbasis telekomunikasi dan multimedia. Dan dari perkembangan teknologi inilah muncul istilah jurnalistik online. Jurnalistik online, disebut juga cyber journalism dapat didefinisikan sebagai: "Pelaporan fakta atau peristiwa yang diproduksi dan didistribusikan melalui internet" (wikipedia). Jurnalisme online memiliki karakteristik khusus dilihat dari segi pembaca, yaitu perilaku pembaca yang umumnya memiliki kecenderungan hanya membaca bagian headline saja untuk mendapatkan informasi yang mereka inginkan.
Pun, banyak sekali keunggulan jurnalisme online dibandingkan dengan jurnalisme media cetak. Selain cepat, dan murah, distribusinya tidak terbatas sehingga dapat menjangkau hampir semua pengguna internet di seluruh dunia. Keunggulan lain pada media online juga termasuk kemudahan interaksi antara penyaji berita dengan pembaca. Feedback, maupun koreksi informasi dan update berita juga dapat dengan cepat dan mudah dilakukan. Apalagi bagi pembaca, adanya fasilitas hyperlink, kemudahan untuk sharing via social media, dan keleluasaan dalam memilih berita tentunya memiliki daya tarik sendiri.
Namun, untuk mendistribusikan konten medianya ke lebih banyak lagi pembaca, maka dibutuhkan wadah lain yang bisa digunakan oleh penyaji berita di media online tersebut supaya dapat menjangkau lebih banyak lagi khalayak. Umumnya, social media-lah yang kemudian digunakan sebagai media untuk merengkuh pembaca yang lebih luas lagi. Dan dari sekian banyak social media yang telah beredar, saat ini twitter merupakan social media yang paling populer. Sejak kemunculannya pada tahun 2006 silam hingga akhir 2013 ini, telah tercatat lebih dari 100 juta akun yang aktif berbagi informasi di situs tersebut.
Serupa dengan fenomena yang terjadi di facebook, twitter tidak hanya digunakan sebagai media sosial perorangan saja, tapi juga telah digunakan oleh berbagai lembaga, komunitas, maupun perusahaan untuk berinteraksi dengan anggota dan target pasarnya. Hampir setiap instansi, lembaga, komunitas, maupun perusahaan saat ini memiliki twitter sebagai media untuk menyampaikan berbagai pesan yang ingin disampaikan kepada publik. Hal ini menyebabkan twitter menjadi sebuah wadah yang memiliki perputaran dan arus informasi yang sangat menakjubkan.
Sehingga tidak berlebihan apabila dikatakan twitter menjadi semacam pusat informasi dunia bagi para penggunanya. Lewat twitter inilah, para penyaji berita di media online kemudian berinteraksi dengan pembacanya dan melakukan pemasaran yang lebih luas lagi. Akun twitter penyaji berita tersebut digunakan sebagai media interaksi dan menjadi pengantar atau semacam daftar isi untuk para pembacanya. Selayaknya daftar isi pada sebuah buku atau majalah, pembaca dapat memilih artikel atau berita yang ingin mereka baca dengan mudah.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, new media, atau dalam kasus ini twitter, menjadi semacam dunia kedua bagi hampir semua pengguna internet. Interaksi yang terjadi dan jumlah informasi yang bertebaran di jejaring sosial ini sangat banyak. Oleh karena banyaknya informasi yang beredar ini menyebabkan informasi yang tersedia dapat dengan mudah tenggelam oleh informasi lainnya. Di twitter, suatu artikel atau berita yang tampak di timeline bersanding dengan tweet-tweet informatif dan menarik  lainnya. Sehingga, apabila tweet tentang sebuah artikel tidak mampu menarik perhatian pembaca dalam waktu sepersekian detik, maka dapat dipastikan link menuju berita tersebut tidak akan dilirik, bahkan dibaca oleh pengguna twitter.
Hal ini akan menjadi masalah ketika media online akan melakukan apapun demi mencapai jumlah target pembaca, termasuk memancing pembaca dengan tweet-tweet sensasional sebagai judul di link yang mengantar pembaca ke konten website mereka. Apabila tweet tersebut memang sesuai dengan isi konten berita yang disajikan, maka tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Tapi ketika tidak, bukan tidak mungkin banyak pembaca yang merasa telah tertipu dengan tweet “undangan” itu tadi. Padahal hal ini tidak jarang terjadi.
McQuail (1992: 216) dan Fung (2006: 190) menyandingkan bahasan mengenai sensasionalisme pemberitaan dengan unsur daya pikat manusia (human interest) dan materi penarik perhatian (excitement. Hal serupa juga dikatakan dosen FISIPOL UGM di mata kuliah media cetak, Drs. Budi Sayoga, bahwa pada dasarnya, manusia akan sangat tertarik dengan berita yang berbau perang atau kekerasan, seks, dan mistis. Dan sekiranya memang ketiga tema besar inilah yang seringkali kita temukan untuk dijadikan pemicu emosi, empati, dan terutama, rasa penasaran khalayak terhadap suatu fenomena.
Cara-cara media menampilkan sensasionalisme dalam laporan berita utama sebenarnya secara tidak langsung akan memberi pengaruh pada bagaimana khalayak tertarik pada informasi yang ditampilkan. Yang menjadi kekhawatiran adalah ketika khalayak lebih tertarik untuk mengonsumsi berita-berita fenomenal yang cenderung dilebih-lebihkan dibandingkan membaca berita atau artikel yang notabene lebih bermanfaat dan berdampak lebih besar untuk kepentingan publik. Apabila masyarakat terus dihajar dengan berita-berita yang sekedar mengundang, maka kecenderungan masyarakat untuk bergerak sebagai masyarakat penonton akan semakin besar. Sama halnya ketika kita menonton drama. Ada ketertarikan lebih terhadap konflik yang didramatisir dibandingkan isi dan manfaat dari pemberitaan suatu peristiwa itu sendiri bagi kepentingan orang banyak.

Referensi:
Martha, Wisnu. 2013. Literasi Media Baru dan Peran Pemerintah. http://wisnumartha14.blogspot.com/2013/06/literasi-media-baru-dan-peran-pemerintah.html diakses pada 12 Desember 2013.
Yusuf, Iwan Awaluddin. 2010. Memaknai Sensasionalisme Bahasa dalam Pemberitaan Media. http://bincangmedia.wordpress.com/tag/berita-sensasional/ diakses pada 12 Desember 2013.

Sabtu, 09 November 2013

Merasa Bodoh yang Bahagia


Kalo dicari perbandingan bentuk kemampuan saya sekarang dengan teman-teman saya yang melakukan hal yang serupa,bisa dibilang mereka adalah rambut-rambut yang tumbuh di kepala. Diakui fungsi dan keberadaannya, sayang kalo lepas dan hilang. Sementara saya, mungkin layaknya sesosok ketombe. Ringan mengawang-awang. Sering nggak jelas fungsi dan bentuknya. Disebul hilang, fiuh.

Ngaco, ya. Nggak penting pula. Namanya juga blog…

Sabtu, 12 Oktober 2013

Sesaji Buat Butetoo

Jadi ceritanya ini adalah sesaji untukmu yang dindewokan, Butetoo...
Karena kayaknya ini cukup lucu, makanya kubuat untukmu. Kalo nggak lucu, ya saya akan latihan lagi dan mencoba tahun depan...



Mengadaptasi posting dari yang ndewo juga (re: Eje) sebelumnya, maka mari kita anggap saja yang abu-abu itu adalah oreo, sebentuk coklat itu adalah biskuit Waktu yang Baik, sementara warna-warna kuning-hijau disekitarnya itu adalah dedaunan...

Anyway, Sugeng Tanggap Warsa jeng Butet, semoga semakin membahana kendewoanmu dan semakin dilancarkan usaha-usahamu~

Senin, 16 September 2013

Koi Mil Gaya

Salah satu music video yang mewarnai masa kecil saya dan menjadi soundtrack favorit di film Kuch Kuch Hota Hai. Membuat saya ingin sekali punya balon berbentuk love dan menganggap celana kodok sebagai must-have fashion item. Kalo nggak salah sih, soalnya waktu itu saya menganggap style mbak Anjali di film ini keren sekali.



Berkat lagu ini, saya menjadi anak yang sehat, dan salah gaul...

Kamis, 12 September 2013

#untoldstory

Mungkin Tuhan mencabut kata hanya saat Ia memutuskan untuk menenggelamkan duniaku dalam senyummu yang tertahan...

Sabtu, 17 Agustus 2013

Byakuyako - Journey Under a Midnight Sun

Ngebet banget pingin nonton drama 11 episode ini. Selain karena yang main Takayuki Yamada (aktingnya keren menurutku, pertama kali lihat di film Crows Zero), plotnya juga kurasa cukup menarik. Ceritanya tentang sepasang kriminal yang berusaha melindungi dan menutupi kejahatan masing-masing waktu mereka kecil, they killed their parents to protect each other. Untuk ukuran drama TV dengan genre romance, kalau dilihat dari jalan cerita dan karakter, agak psycho memang.

Diadaptasi dari novel Higashino Keigo yang berjudul sama. Ada beberapa versi dari novel ini, tapi so far, versi Takayuki-Ayase ini yang dapet empat penghargaan sekaligus.

Niatnya sih mau gaya, nonton film dari dvd/vcd aslinya gitu kan, tapi muter-muter toko cd nggak ketemu. Ngubek-ngubek Google pun cuma nemu di Yesasia.com yang jual dengan harga US$238.99. Jadi sekitar IDR 2.500.000, itupun tanpa subtitle. Ha...ha...ha...males.
(Nonton film 11x di bioskop aja nggak semahal itu, ini drama TV, cuma 11 episode pula)

Itunes dan situs film legal lainnya pun nggak ada yang punya drama ini. Mau cari jalan yang legal aksesnya susah bener, padahal dvd bajakan dan link download gratis bertebaran di mana-mana. Akhirnya nontonlah aku drama ini lewat Youtube. Kebetulan ada yang upload, lengkap dengan subtitle bahasa Inggris. (Maaf pak produser, film njenengan nggak sampai sini sih~)

Belum kelar 1 episode sih, baru "ngicip" 30 menit episode pertama, dan udah senyum-senyum + mimbik-mimbik sendiri di depan laptop. Eventhough opening scene-nya boring, tapi akting 2 tokoh utama versi anak kecilnya ini 'imut-lucu-keren' sekali...






Takayuki Yamada & Yuki Izumisawa as Ryoji Kirihara
Ayase Haruka & Mayuko Fukuuda as Yukiho Karasawa

Senin, 12 Agustus 2013

Malam Minggu Miko: Webcam Bareng Disty

Telat. Bodo amat.
Belum nonton semua sih, tapi so far episode ini yang menurutku paling epic. Especially scene nya Ryan - Ge.

 


Ge: Lu berani ama gue? Lu BERANI ama gue? Lu nggak tau gua siapa? Lu tau nggak, bokap gua bintangnya apa?
Ryan: Apa? TAURUS??!!
Ge: Jenderal bintang tiga, bego!!


Sabtu, 10 Agustus 2013

#ngudut

Sebenarnya saya bukan orang yang keberatan dengan asap rokok. It's okay for me untuk hang out dalam waktu yang lama dengan para perokok. Kan, merokok itu kegiatan sadar yang jadi pilihan masing-masing orang. Resiko silakan dinikmati sendiri. Tapi...





Shalat Ied, salam, ganti posisi duduk, kemudian ngudut.
Ini apa-apaan...

Selain ini tempat ibadah, di tempat pelaksanaan Shalat Ied juga pasti banyak anak-anak, bahkan bayi. Entah kenapa kok ya orang-orang ini nggak kasihan sama jamaah yang lain, atau anak-anak dan bayi di sekitarnya. Khatib belum mulai khutbah aja asap rokok udah mengepul di beberapa spot barisan shaf.

#gagalpaham

ps: Sebenernya saya juga salah sih, bukannya dengerin khutbah malah motret yang beginian. Tapi ya, gimana. Gatel.

Selasa, 06 Agustus 2013

Ode untuk Ayah by Pandji Pragiwaksono

Tumben, karena saya bukan tipikal orang yang jadi pendengar setia lagu-lagu rap macam Jay Z, Wiz Khalifa, dkk. Kalaupun suka, yang nyangkut di hati pun biasanya cuma di bagian refrain lagu, di mana itu adalah bagian yang biasanya tidak dinyanyikan oleh si rapper yang bersangkutan. (Pengecualian untuk Gym Class Heroes dan Eminem).

But somehow I like this song. Bukan dari segi musik, tapi lebih ke liriknya. Eventhough dengan adanya Teddy Aditya juga menambah nilai plus di lagu ini.


Rabu, 13 Maret 2013

The A Team

The A Team by Ed Sheeran.
I've obsessed with this song, like, really. Beautiful music, awesome lyric, and a heartbreaking music video.

First time I heard this song, when I watched this talent show called X Factor.
Call me mainstream, but I do love how Mikha Angelo sang this song.
(A young man who had a good looking and a heartwarming low voice. He also play guitar. With all of those thing on one package, who doesn't love him?)
A couple hours after that show, I found the music video.
First impression: sad and depressing.

Ed Sheeran
The A Team lyrics

White lips, pale face
Breathing in snowflakes
Burnt lungs, sour taste
Light's gone, day's end
Struggling to pay rent
Long nights, strange men

And they say
She's in the Class A Team
Stuck in her daydream
Been this way since 18
But lately her face seems
Slowly sinking, wasting
Crumbling like pastries

And they scream
The worst things in life come free to us
Cos we're just under the upperhand
And go mad for a couple of grams
And she don't want to go outside tonight
And in a pipe she flies to the Motherland
Or sells love to another man
It's too cold outside
For angels to fly
Angels to fly!

Ripped gloves, raincoat
Tried to swim and stay afloat
Dry house, wet clothes
Loose change, bank notes
Weary-eyed, dry throat
Call girl, no phone

And they say
She's in the Class A Team
Stuck in her daydream
Been this way since 18
But lately her face seems
Slowly sinking, wasting
Crumbling like pastries

And they scream
The worst things in life come free to us
Cos we're just under the upperhand
And go mad for a couple of grams
But she don't want to go outside tonight
And in a pipe she flies to the Motherland
Or sells love to another man
It's too cold outside
For angels to fly
An angel will die
Covered in white
Closed eye
And hoping for a better life
This time, we'll fade out tonight
Straight down the line

And they say
She's in the Class A Team
Stuck in her daydream
Been this way since 18
But lately her face seems
Slowly sinking, wasting
Crumbling like pastries
They scream
The worst things in life come free to us
And we're all under the upperhand
Go mad for a couple of grams
And we don't want to go outside tonight
And in a pipe we fly to the Motherland
Or sell love to another man
It's too cold outside
For angels to fly
Angels to fly

Mikha Angelo's Performance at X Factor



Minggu, 10 Februari 2013

Crows Zero



CROWS ZERO
Directed by Takashi Miike
Produced by Mataichiro Yamamoto
Screenplay: Shogo Muto
Music by Naoki Otsubo
Cinematography : Takumi Furuya
Editing by Shuichi Kakesu, Tomoki Nagasaka
Release date: Japan : October 27, 2007
Running time : 129 min.
Country : Japan
Language : Japanese

Crows Zero (クローズZERO) atau Kurōzu Zero adalah sebuah film yang diadaptasi dari manga asal Jepang berjudul “Crows” karangan Hiroshi Takahashi. Film ini mengambil setting satu tahun sebelum setting waktu pada manga Crows tersebut dimulai. Menceritakan latar belakang karakter-karakter di Suzuran High School, sebuah sekolah dengan tingkat kekerasan paling parah di Jepang.

Suzuran High School
Terkenal dengan nama besar "The School of Crows," murid-murid sekolah ini memanggil dirinya sendiri dengan nama "crows" dan saling bertarung satu sama lain untuk berebut kekuasaan dan kekuatan. Genji Takiya (Shun Oguri), seorang anak bos yakuza yang menjadi murid pindahan kelas tiga berusaha mengambil alih SMA Suzuran demi membuktikan kepada ayahnya bahwa ia mampu menjadi pewaris organisasi yakuza yang dipimpin oleh ayahnya. Tantangan terbesar Genji dalam menaklukkan sekolah tersebut adalah mengalahkan Tamao Serizawa (Takayuki Yamada), pemimpin gank Serizawa's Army yang merupakan gank terbesar dan terkuat di SMA tersebut.

          Secara visual, suasana mencekam khas film Takeshi Miike yang aku tonton di film 13 Assasins sudah muncul sejak scene kedua. Yaitu, scene yang memunculkan SMA Suzuran untuk pertama kalinya. Kemudian audio, scene-scene pembuka yang diiringi lagu I Wanna Change yang dibawakan The Street Beats dengan nuansa J-Rock yang kental mampu menciptakan suasana liar street fighting dan membangun mood buat berantem. :D 

GPS vs The Front of Armament
        Technically, I’m not an expert about making a movie and stuffs. Tapi bahkan orang awam pun pasti akan menyadari cacat scene parah pada adegan Genji-Takeshi-Ken setelah group date. Scene terlihat dipotong secara kasar sehingga cukup mengganggu penonton. Ditambah jokes kemripik yang ditayangkan selama hampir dua menit, menjadikan scene ini scene terburuk sepanjang durasi film.


      
     Another disturbing things are the background musics. Somehow the volume goes up and down seenaknya sendiri. Angle yang digunakan juga terkadang nggak pas sehingga kita justru tidak bisa melihat akting pemeran, karena aktornya sendiri justru membelakangi kamera. Absurd. From storyline side, a tale about hot-blooded Juvennille who had a goal in his life, banyak.  Tapi film dengan puluhan fighting scenes yang menyodorkan anak-anak SMA tawuran dengan brutal dan berdarah-darah, ditambah side story seputar kehidupan para yakuza, mungkin baru dapat aku temukan di film ini.

Final fight Takiya Genji vs Tamao Serizawa

Keunggulan lain dari Crows Zero adalah banyaknya aktor papan atas Jepang  yang muncul dari range usia yang beragam. Mulai dari Goro Kishitani (Takiya Hideo), Takayuki Yamada (Tamao Serizawa), Sousuke Takaoka (Shun Izaki), Kenta Kiritani (Tokio Tatsukawa) dan Shun Oguri sendiri. Banyak partisipan Crows Zero yang sering muncul di list film-film dan drama di televisi Jepang. Actually, this is the first Japanese movie who made me fell in love with Sousuke Takaoka-san. Dan film ini juga yang menggeser statement acting “wagu” nya artis Jepang yang sudah lama kuyakini. No offense. 


Scene Stealer: Takayuki Yamada/Tamao Serizawa

Favourite Scene (s): Scene Tamao with motorbike, Scene Takiya Genji win class E

Worst Scene (s):  First fighting Genji vs Yakuza, Scene after group date

Becoming a fangirl, I guess...

It's been a long time since my last post...

Anyway, liburan super selo ini dengan sangat tidak terduga saya habiskan dengan menonton film-film dan tv series Jepang. Dan secara tidak terduga juga, ternyata saya bisa sebegitu terpukau dengan akting aktor-aktor di film-film Jepang tadi. Sehingga nggak cuma menikmati, beberapa film bahkan saya tonton lagi  berkali-kali. Padahal sebelumnya saya punya mindset negatif  tentang artis Jepang. Mindset negatif ini muncul karena dulu saya pernah menonton sebuah film Jepang dengan artis yang aktingnya menurut saya norak dan cukup bikin risih. Film apa itu? Saya sendiri juga lupa.
Yang jelas, dengan minimnya referensi, sejauh ingatan saya film Jepang yang berhasil memberikan efek “wow” baru Memoirs of Geisha saja. Itupun lupa-lupa ingat karena film ini saya tonton ketika masih SMP. Film Jepang selanjutnya yang saya ingat ya paling Koizora (Sky of Love) dengan tokoh utama Haruma Miura. Saya nonton juga karena karena teman-teman SMA dulu sempat hebring dengan kemunculan film yang menurut saya cukup nggak masuk akal ini (Having sex di perpus sekolah itu…absurd).




Jadi ya sampai di situ aja film Jepang yang aku tonton sepertinya. Karena pada dasarnya memang nggak begitu aware sama film-film dan drama-drama Jepang karena alasan yang sudah saya sebutkan sebelumnya. Tapi karena suatu hal, mau nggak mau saya diharuskan menulis banyak hal tentang sebuah film berjudul Crows Zero. Sialnya, gara-gara film itu tadi, hati ini digondol dan dibikin semrawut sama beberapa pemain di film itu. Dan seperti fans-fans wanita pada umumya, kekaguman tadi merambat jadi semacam ketergantungan buat nontonin wajah-wajah pria tampan ini di setiap scenenya. 
Tapi baru belakangan saya tahu bahwa banyak partisipan film Crows Zero ini ternyata memang actor-aktor papan atas Jepang yang wajahnya sering berkeliaran di layar kaca (TV Jepang tentunya). Kenta Kiritani (Tokio Tatsukawa), Takayuki Yamada (Tamao Serizawa), Shun Oguri (Takiya Genji), Shunsuke Daito (Kirishima Hiromi), Watanabe Dai (Hidetou Bando) dan Sousuke Takaoka (Shun Izaki) adalah beberapa di antaranya.
Di sinilah Wikipedia menjalankan fungsinya dengan sangat baik. Referensi-referensi film Jepang high quality banyak saya dapat, meskipun belum semua sempat saya tonton karena keterbatasan waktu. Terutama untuk referensi film dan drama yang ada Sousuke Takaoka-san… His irresistible pout and bad-ass face, duh atiku…

Sousuke Takaoka as Shun Izaki at Crows Zero
Kembali ke topik, jadi Sousuke Takaoka ini famous karena sering memerankan supporting role yang menantang di film-film controversial, such as Battle Royale (2000) dan Concrete (2004). Dia juga main di film Pacchigi! (yang ini dapet banyak penghargaan dan merupakan salah satu film terbaik Jepang, katanya sih, saya juga belum nonton), Bokura Ga Ita, Blue Spring, 13th Assasin, dll.  
Berkat film Crows Zero ini almost all of my spare time habis buat mantengin film-film Jepang. Tapi ternyata ada juga temen yang sama-sama broken her replay button gara-gara film Crows Zero ini, yaitu Intan. Dan sekarang kita baru menghabiskan tv series Jepang berjudul Rookies! Di sini Sousuke Takaoka dan Kenta Kiritani jadi anak SMA yang tergabung dalam klub baseball. Kalau TV Series ini rilis tahun 2008, bisa dilihat bahwa mereka memerankan anak SMA di usia hampir 30 tahun. Herannya, masih pantes, dan masih unyu.
 

(c)2009 Live In A Toy. Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger