Menjawab
kebutuhan masyarakat akan informasi dan komunikasi yang cepat, up-date, kapan saja, dan di mana saja telah
memicu banyak kantor surat kabar untuk membentuk media berbasis online sebagai perpanjangan atau
ekstensi dari surat kabar yang mereka jalankan. Secara singkat, media online tersebut adalah media massa yang
tersaji secara online. Termasuk kategori media online adalah portal, website,
radio online, TV online, dan email. Media online
seringkali disebut-sebut sebagai media massa "generasi ketiga"
setelah media cetak (koran, tabloid, majalah, buku) dan media elektronik (radio,
televisi, dan film/video).
Secara
teknis, media online juga dapat didefinisikan sebagai media berbasis
telekomunikasi dan multimedia. Dan dari perkembangan teknologi inilah muncul
istilah jurnalistik online.
Jurnalistik online, disebut juga cyber journalism dapat didefinisikan
sebagai: "Pelaporan fakta atau peristiwa yang diproduksi dan didistribusikan
melalui internet" (wikipedia). Jurnalisme online memiliki karakteristik
khusus dilihat dari segi pembaca, yaitu perilaku pembaca yang umumnya memiliki
kecenderungan hanya membaca bagian headline
saja untuk mendapatkan informasi yang mereka inginkan.
Pun,
banyak sekali keunggulan jurnalisme online
dibandingkan dengan jurnalisme media cetak. Selain cepat, dan murah,
distribusinya tidak terbatas sehingga dapat menjangkau hampir semua pengguna
internet di seluruh dunia. Keunggulan lain pada media online juga termasuk kemudahan interaksi antara penyaji berita dengan
pembaca. Feedback, maupun koreksi
informasi dan update berita juga dapat
dengan cepat dan mudah dilakukan. Apalagi bagi pembaca, adanya fasilitas hyperlink, kemudahan untuk sharing via social media, dan keleluasaan
dalam memilih berita tentunya memiliki daya tarik sendiri.
Namun,
untuk mendistribusikan konten medianya ke lebih banyak lagi pembaca, maka
dibutuhkan wadah lain yang bisa digunakan oleh penyaji berita di media online tersebut supaya dapat menjangkau
lebih banyak lagi khalayak. Umumnya, social
media-lah yang kemudian digunakan sebagai media untuk merengkuh pembaca
yang lebih luas lagi. Dan dari sekian banyak social media yang telah beredar, saat ini twitter merupakan social
media yang paling populer. Sejak kemunculannya pada tahun 2006 silam hingga
akhir 2013 ini, telah tercatat lebih dari 100 juta akun yang aktif berbagi
informasi di situs tersebut.
Serupa
dengan fenomena yang terjadi di facebook,
twitter tidak hanya digunakan sebagai media sosial perorangan saja, tapi
juga telah digunakan oleh berbagai lembaga, komunitas, maupun perusahaan untuk
berinteraksi dengan anggota dan target pasarnya. Hampir setiap instansi,
lembaga, komunitas, maupun perusahaan saat ini memiliki twitter sebagai media untuk menyampaikan berbagai pesan yang ingin
disampaikan kepada publik. Hal ini menyebabkan twitter menjadi sebuah wadah yang memiliki perputaran dan arus
informasi yang sangat menakjubkan.
Sehingga
tidak berlebihan apabila dikatakan twitter
menjadi semacam pusat informasi dunia bagi para penggunanya. Lewat twitter inilah, para penyaji berita di
media online kemudian berinteraksi
dengan pembacanya dan melakukan pemasaran yang lebih luas lagi. Akun twitter penyaji
berita tersebut digunakan sebagai media interaksi dan menjadi pengantar atau semacam
daftar isi untuk para pembacanya. Selayaknya daftar isi pada sebuah buku atau
majalah, pembaca dapat memilih artikel atau berita yang ingin mereka baca
dengan mudah.
Seperti
yang telah disebutkan sebelumnya, new
media, atau dalam kasus ini twitter,
menjadi semacam dunia kedua bagi hampir semua pengguna internet. Interaksi yang
terjadi dan jumlah informasi yang bertebaran di jejaring sosial ini sangat
banyak. Oleh karena banyaknya informasi yang beredar ini menyebabkan informasi
yang tersedia dapat dengan mudah tenggelam oleh informasi lainnya. Di twitter, suatu artikel atau berita yang
tampak di timeline bersanding dengan tweet-tweet informatif dan menarik lainnya. Sehingga, apabila tweet tentang sebuah artikel tidak mampu
menarik perhatian pembaca dalam waktu sepersekian detik, maka dapat dipastikan link menuju berita tersebut tidak akan
dilirik, bahkan dibaca oleh pengguna twitter.
Hal
ini akan menjadi masalah ketika media online
akan melakukan apapun demi mencapai jumlah target pembaca, termasuk memancing pembaca
dengan tweet-tweet sensasional sebagai
judul di link yang mengantar pembaca
ke konten website mereka. Apabila tweet tersebut memang sesuai dengan isi
konten berita yang disajikan, maka tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Tapi
ketika tidak, bukan tidak mungkin banyak pembaca yang merasa telah tertipu
dengan tweet “undangan” itu tadi. Padahal
hal ini tidak jarang terjadi.
McQuail
(1992: 216) dan Fung (2006: 190) menyandingkan bahasan mengenai sensasionalisme
pemberitaan dengan unsur daya pikat manusia (human interest) dan
materi penarik perhatian (excitement. Hal serupa juga dikatakan dosen FISIPOL
UGM di mata kuliah media cetak, Drs. Budi Sayoga, bahwa pada dasarnya, manusia
akan sangat tertarik dengan berita yang berbau perang atau kekerasan, seks, dan
mistis. Dan sekiranya memang ketiga tema besar inilah yang seringkali kita
temukan untuk dijadikan pemicu emosi, empati, dan terutama, rasa penasaran
khalayak terhadap suatu fenomena.
Cara-cara
media menampilkan sensasionalisme dalam laporan berita utama sebenarnya secara
tidak langsung akan memberi pengaruh pada bagaimana khalayak tertarik pada informasi
yang ditampilkan. Yang menjadi kekhawatiran adalah ketika khalayak lebih
tertarik untuk mengonsumsi berita-berita fenomenal yang cenderung
dilebih-lebihkan dibandingkan membaca berita atau artikel yang notabene lebih
bermanfaat dan berdampak lebih besar untuk kepentingan publik. Apabila
masyarakat terus dihajar dengan berita-berita yang sekedar mengundang, maka
kecenderungan masyarakat untuk bergerak sebagai masyarakat penonton akan
semakin besar. Sama halnya ketika kita menonton drama. Ada ketertarikan lebih terhadap
konflik yang didramatisir dibandingkan isi dan manfaat dari pemberitaan suatu
peristiwa itu sendiri bagi kepentingan orang banyak.
Referensi:
Martha, Wisnu. 2013. Literasi Media Baru dan Peran Pemerintah. http://wisnumartha14.blogspot.com/2013/06/literasi-media-baru-dan-peran-pemerintah.html
diakses pada 12 Desember 2013.
Yusuf, Iwan Awaluddin. 2010. Memaknai Sensasionalisme Bahasa dalam Pemberitaan Media. http://bincangmedia.wordpress.com/tag/berita-sensasional/
diakses pada 12 Desember 2013.