Menggali Fosil Ketoprak
Di tengah maraknya tayangan hiburan
di televisi yang saat ini didominasi oleh film-film barat, drama Korea, sinetron-sinetron,
serta acara-acara musik, seni panggung Ketoprak seolah telah hilang dari
ingatan masyarakat. Kesenian asal Jawa Tengah ini telah tenggelam dalam arus
modernisasi. Padahal dulu, Ketoprak memiliki tempat istimewa di lingkungan
masyarakat. Seni pementasan ini dahulu begitu dihormati dan dikagumi karena
menampilkan sebuah pertunjukan yang mengombinasikan seni peran, seni musik dan
sastra sekaligus. Bahkan beberapa kelompok Ketoprak menambahkan unsur seni tari
dalam pementasannya. Selain itu, sandiwara yang dilakonkan dalam setiap
pertunjukan ketoprak ini sarat akan nilai-nilai luhur masyarakat Jawa dan juga
pesan moral.
Di akhir
era 90-an, saat Ketoprak mulai kehilangan peminatnya, para pecinta kesenian
Jawa tersebut masih belum menyerah. Mereka mengemas pementasan ketoprak dengan memasukkan unsur humor di
dalamnya. Tayangan “Ketoprak Humor” yang disiarkan di 2 stasiun televisi
merupakan bukti perjuangan para pecinta kesenian Ketoprak kala itu. Pelawak-pelawak
ternama juga turut berpartisipasi dalam upaya melestarikan kebudayaan asli Jawa
ini. Sebut saja Topan, Lesus, Timbul, dan Tessy. Nama-nama tersebut merupakan
contoh pelawak-pelawak yang ikut meramaikan tayangan Ketoprak Humor ini.
Acara tersebut sempat menjadi hits serta memperoleh rating penonton yang
tinggi, meskipun disiarkan menjelang tengah malam. Sayangnya, popularitas tayangan
tersebut tidak bertahan lama karena kalah bersaing dengan sinetron-sinetron bertema
roman dan kehidupan remaja yang saat itu mulai memenuhi siaran televisi di awal
2000-an.
Sekarang,
bukan hanya bangku penonton pementasan Ketoprak yang sudah ditinggalkan
penghuninya, televisipun enggan memberikan porsi untuk penayangan kesenian rakyat
yang satu ini. Alasan mengapa Ketoprak dan kesenian tradisional lainnya begitu
sulit mendapat kesempatan untuk tampil di televisi karena tayangan-tayangan
semacam ini dianggap kurang mampu menarik perhatian pemirsa. Padahal, televisi
merupakan sumber hiburan pokok masyarakat Indonesia saat ini. Akibatnya,
kecintaan terhadap seni pementasan Ketoprak tidak terwariskan kepada generasi
selanjutnya dan perlahan-lahan hilang dari peredaran.
Jika kita
amati, kesenian tradisional semacam Ketoprak ini memiliki nilai kearifan budaya
bangsa serta menjadi bukti bahwa nenek moyang kita sebenarnya sudah sangat maju
di bidang seni. Unsur-unsur yang terdapat di dalam Ketoprak ini pun memiliki
potensi yang tinggi untuk dapat memikat para wisatawan asing. Terbukti dengan
banyaknya pelajar asing yang berminat mempelajari gamelan yang merupakan salah
satu unsur pokok seni Ketoprak. Contoh lainnya juga dapat dilihat bagaimana
pentas teater dan tari Ramayana yang rutin digelar di kompleks Candi Prambanan tidak
pernah sepi penonton. Hal ini membuktikan bahwa Seni Ketoprak masih memiliki
potensi untuk dapat dibangkitkan dan dikembangkan.
0 komentar:
Posting Komentar