Nasib Industri Game Memburuk
Saat kita berbicara tentang industri
game, mungkin hal yang terbayang pertama kali dalam benak kita adalah sebuah industri
hiburan raksasa tempat para jenius di bidang kreatif bekerja, meliputi game developer, designer, programmer maupun game tester. Industri multi-billionaire
ini telah mempekerjakan ribuan karyawan di seluruh dunia setiap tahunnya dan
memberi kontribusi besar terhadap perkembangan teknologi yang ada sekarang ini.
Sayangnya, beberapa tahun
belakangan ini, industri game seperti sedang diterpa angin kencang. Banyak
kabar-kabar yang kurang mengenakkan ditujukan kepada perusahaan dan para
pecinta game. Pasalnya, di beberapa negara pusat game dunia seperti Amerika dan
Jepang, penjualan perangkat lunak dan juga konsol game mengalami penurunan yang
cukup signifikan. Penurunan angka penjualan perangkat lunak dan konsol game
tersebut didukung pula oleh penurunan jumlah gamer itu sendiri, terutama di 3
negara pusat gamer dunia, yaitu Amerika, Eropa, dan Jepang.
Turunnya
pendapatan perusahaan game ini juga berdampak langsung pada manajemen
perusahaan game tersebut. Salah satu perusahaan yang merasakan dampak dari
turunnya pendapatan perusahaan tersebut adalah Sony. Perusahaan raksasa yang
sejak lama dikenal sebagai salah satu penggerak industri game dan konsol taraf
internasional ini terpaksa menutup salah satu studio game tertuanya di
Liverpool karena kondisi keuangan yang tidak menunjukkan tanda-tanda membaik.
Beberapa perusahaan game lain seperti Popcap pun terpaksa merumahkan puluhan,
bahkan ratusan karyawannya untuk menyelamatkan perusahaan dari kebangkrutan.
Salah satu penyebab mengapa angka penjualan
perangkat lunak dan konsol game tersebut mengalami penurunan adalah beralihnya
konsumen game dari perangkat console dan PC ke perangkat yang lebih bersifat mobile,
seperti smartphone dan tablet. Popularitas smartphone dan tablet yang kian
menanjak ini memberi dampak yang besar kepada penurunan industri game inti (console
gaming dan pc gaming). Hal ini disebabkan oleh rutinitas masyarakat saat ini
menuntut manusia untuk terus mobile sehingga mereka tidak memiliki waktu untuk stay di rumah dan bermain game inti seperti
PC ataupun konsol game lainnya seperti play station, xbox dan Nintendo.
Selain itu, beberapa alasan lain
yang sering dikemukakan perihal pilihan konsumen untuk lebih memilih smartphone
dan tablet ini secara garis besar ada dua. Alasan pertama berkait dengan biaya
yang harus dikeluarkan. Harga software untuk smartphone dan tablet relative
lebih murah dan bersahabat. Bahkan beberapa game dan aplikasi dapat diunduh
secara gratis. Kemudian alasan yang
kedua, kepraktisan layanan yang ditawarkan untuk memperoleh game smartphone dan
tablet. Konsumen hanya perlu browsing ke application store, memilih game yang
diinginkan, dan menginstallnya. Voila,
game baru sudah siap untuk dimainkan. Tentunya kedua hal tersebut menjadi daya tarik sendiri bagi para konsumen,
terutama untuk masyarakat yang saat ini mobilitasnya semakin tinggi.
Di samping
hal-hal yang telah disebutkan di atas, ada sebab lain yang bertanggung jawab
atas turunnya penjualan perangkat lunak tersebut, yaitu pembajakan. Maraknya
pembajakan yang sebagian besar dilakukan oleh hacker-hacker ulung ini tentunya
berdampak langsung terhadap tingkat penjualan. Perusahaan game Ubisoft,
merupakan salah satu perusahaan yang mengalami kerugian besar akibat tindakan
pembajakan yang dilakukan oleh para hacker, karena presentasi pembajakan
terhadap produk versi PC mereka mencapai 95%.
Maraknya pembajakan ini tentu tak
luput dari masalah ongkos. Mahalnya harga perangkat lunak asli dan kemudahan
untuk mendapatkan game bajakan tentu membuat konsumen lebih memilih versi
bajakan dibandingkan versi aslinya. Tidak seperti masalah-masalah yang
diungkapkan sebelumnya, untuk masalah pembajakan ini, tentunya dibutuhkan
kesadaran diri masing-masing untuk memerangi pembajakan tersebut dengan membeli
dan menggunakan versi aslinya.
1 komentar:
Jogja mah semua game PC bajakan je, ikut nyumbang juga loh Jogja buat memburuknya nasib industri game.
Posting Komentar