Pages

Rabu, 11 Desember 2013

Trolling Level: Akun Twitter Media Online


Menjawab kebutuhan masyarakat akan informasi dan komunikasi yang cepat, up-date, kapan saja, dan di mana saja telah memicu banyak kantor surat kabar untuk membentuk media berbasis online sebagai perpanjangan atau ekstensi dari surat kabar yang mereka jalankan. Secara singkat, media online tersebut adalah media massa yang tersaji secara online.  Termasuk kategori media online adalah portal, website, radio online, TV online, dan email. Media online seringkali disebut-sebut sebagai media massa "generasi ketiga" setelah media cetak (koran, tabloid, majalah, buku) dan media elektronik (radio, televisi, dan film/video).
Secara teknis, media online juga dapat didefinisikan sebagai media berbasis telekomunikasi dan multimedia. Dan dari perkembangan teknologi inilah muncul istilah jurnalistik online. Jurnalistik online, disebut juga cyber journalism dapat didefinisikan sebagai: "Pelaporan fakta atau peristiwa yang diproduksi dan didistribusikan melalui internet" (wikipedia). Jurnalisme online memiliki karakteristik khusus dilihat dari segi pembaca, yaitu perilaku pembaca yang umumnya memiliki kecenderungan hanya membaca bagian headline saja untuk mendapatkan informasi yang mereka inginkan.
Pun, banyak sekali keunggulan jurnalisme online dibandingkan dengan jurnalisme media cetak. Selain cepat, dan murah, distribusinya tidak terbatas sehingga dapat menjangkau hampir semua pengguna internet di seluruh dunia. Keunggulan lain pada media online juga termasuk kemudahan interaksi antara penyaji berita dengan pembaca. Feedback, maupun koreksi informasi dan update berita juga dapat dengan cepat dan mudah dilakukan. Apalagi bagi pembaca, adanya fasilitas hyperlink, kemudahan untuk sharing via social media, dan keleluasaan dalam memilih berita tentunya memiliki daya tarik sendiri.
Namun, untuk mendistribusikan konten medianya ke lebih banyak lagi pembaca, maka dibutuhkan wadah lain yang bisa digunakan oleh penyaji berita di media online tersebut supaya dapat menjangkau lebih banyak lagi khalayak. Umumnya, social media-lah yang kemudian digunakan sebagai media untuk merengkuh pembaca yang lebih luas lagi. Dan dari sekian banyak social media yang telah beredar, saat ini twitter merupakan social media yang paling populer. Sejak kemunculannya pada tahun 2006 silam hingga akhir 2013 ini, telah tercatat lebih dari 100 juta akun yang aktif berbagi informasi di situs tersebut.
Serupa dengan fenomena yang terjadi di facebook, twitter tidak hanya digunakan sebagai media sosial perorangan saja, tapi juga telah digunakan oleh berbagai lembaga, komunitas, maupun perusahaan untuk berinteraksi dengan anggota dan target pasarnya. Hampir setiap instansi, lembaga, komunitas, maupun perusahaan saat ini memiliki twitter sebagai media untuk menyampaikan berbagai pesan yang ingin disampaikan kepada publik. Hal ini menyebabkan twitter menjadi sebuah wadah yang memiliki perputaran dan arus informasi yang sangat menakjubkan.
Sehingga tidak berlebihan apabila dikatakan twitter menjadi semacam pusat informasi dunia bagi para penggunanya. Lewat twitter inilah, para penyaji berita di media online kemudian berinteraksi dengan pembacanya dan melakukan pemasaran yang lebih luas lagi. Akun twitter penyaji berita tersebut digunakan sebagai media interaksi dan menjadi pengantar atau semacam daftar isi untuk para pembacanya. Selayaknya daftar isi pada sebuah buku atau majalah, pembaca dapat memilih artikel atau berita yang ingin mereka baca dengan mudah.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, new media, atau dalam kasus ini twitter, menjadi semacam dunia kedua bagi hampir semua pengguna internet. Interaksi yang terjadi dan jumlah informasi yang bertebaran di jejaring sosial ini sangat banyak. Oleh karena banyaknya informasi yang beredar ini menyebabkan informasi yang tersedia dapat dengan mudah tenggelam oleh informasi lainnya. Di twitter, suatu artikel atau berita yang tampak di timeline bersanding dengan tweet-tweet informatif dan menarik  lainnya. Sehingga, apabila tweet tentang sebuah artikel tidak mampu menarik perhatian pembaca dalam waktu sepersekian detik, maka dapat dipastikan link menuju berita tersebut tidak akan dilirik, bahkan dibaca oleh pengguna twitter.
Hal ini akan menjadi masalah ketika media online akan melakukan apapun demi mencapai jumlah target pembaca, termasuk memancing pembaca dengan tweet-tweet sensasional sebagai judul di link yang mengantar pembaca ke konten website mereka. Apabila tweet tersebut memang sesuai dengan isi konten berita yang disajikan, maka tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Tapi ketika tidak, bukan tidak mungkin banyak pembaca yang merasa telah tertipu dengan tweet “undangan” itu tadi. Padahal hal ini tidak jarang terjadi.
McQuail (1992: 216) dan Fung (2006: 190) menyandingkan bahasan mengenai sensasionalisme pemberitaan dengan unsur daya pikat manusia (human interest) dan materi penarik perhatian (excitement. Hal serupa juga dikatakan dosen FISIPOL UGM di mata kuliah media cetak, Drs. Budi Sayoga, bahwa pada dasarnya, manusia akan sangat tertarik dengan berita yang berbau perang atau kekerasan, seks, dan mistis. Dan sekiranya memang ketiga tema besar inilah yang seringkali kita temukan untuk dijadikan pemicu emosi, empati, dan terutama, rasa penasaran khalayak terhadap suatu fenomena.
Cara-cara media menampilkan sensasionalisme dalam laporan berita utama sebenarnya secara tidak langsung akan memberi pengaruh pada bagaimana khalayak tertarik pada informasi yang ditampilkan. Yang menjadi kekhawatiran adalah ketika khalayak lebih tertarik untuk mengonsumsi berita-berita fenomenal yang cenderung dilebih-lebihkan dibandingkan membaca berita atau artikel yang notabene lebih bermanfaat dan berdampak lebih besar untuk kepentingan publik. Apabila masyarakat terus dihajar dengan berita-berita yang sekedar mengundang, maka kecenderungan masyarakat untuk bergerak sebagai masyarakat penonton akan semakin besar. Sama halnya ketika kita menonton drama. Ada ketertarikan lebih terhadap konflik yang didramatisir dibandingkan isi dan manfaat dari pemberitaan suatu peristiwa itu sendiri bagi kepentingan orang banyak.

Referensi:
Martha, Wisnu. 2013. Literasi Media Baru dan Peran Pemerintah. http://wisnumartha14.blogspot.com/2013/06/literasi-media-baru-dan-peran-pemerintah.html diakses pada 12 Desember 2013.
Yusuf, Iwan Awaluddin. 2010. Memaknai Sensasionalisme Bahasa dalam Pemberitaan Media. http://bincangmedia.wordpress.com/tag/berita-sensasional/ diakses pada 12 Desember 2013.

1 komentar:

Mahfudh mengatakan...

sip...
salam kenal...
http://firefudh.blogspot.com/

Posting Komentar

 

(c)2009 Live In A Toy. Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger