Pages

Jumat, 19 Oktober 2012

AKUN PSEUDONIM DI TWITTER DAN HUBUNGANNYA DENGAN TEORI KEHENINGAN SPIRAL #bridgingcourse09



AKUN PSEUDONIM DI TWITTER DAN HUBUNGANNYA DENGAN TEORI KEHENINGAN SPIRAL

Dewasa ini, penggunaan jejaring sosial sebagai media informasi dan komunikasi tengah mencapai masa keemasannya. Lingkup pengaruh jejaring sosial kini mencakup semua aspek kehidupan sehari-hari masyarakat modern pengguna internet. Mulai dari politik, sosial-budaya, hiburan, kuliner, hingga pengetahuan-pengetahuan umum, semua dapat diakses lewat jejaring sosial. 
            Salah satu jejaring sosial yang saat ini memiliki pengaruh paling kuat dalam kehidupan sosial masyarakat adalah twitter. Jejaring sosial dengan logo burung berwarna biru menjadi suatu budaya populer yang sukses membuat orang-orang di seluruh dunia kecanduan. Sebagai suatu budaya pop, twitter ini berisi ekspresi otentik dari visi dan aspirasi publik. 
            Sebagian besar pengguna twitter di seluruh dunia memajang nama asli atau panggilan beserta data diri dan foto masing-masing pada akunnya. Namun, twitter tidak melarang adanya akun tanpa admin atau pengguna yang jelas. Menurut Paramita (2012), “Akun-akun tersebut, mungkin lebih tepat kalau diistilahkan sebagai akun pseudonim dibandingkan akun anonim. Anonim bermakna tidak bernama, sedangkan pseudonim, bisa dimaknai sebagai nama samaran. Karena akun-akun tersebut menggunakan berbagai macam nama, maka istilah pseudonim sebenarnya lebih sesuai”.
            Akun-akun tanpa identitas yang jelas ini beragam macamnya. Ada yang berisi pesan-pesan positif seperti quote, tips, nasihat dan pengetahuan. Namun, ada juga yang berkonotasi negatif seperti informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dan isu-isu yang meresahkan masyarakat. Tetapi yang akan menjadi fokus dalam penulisan kali ini adalah akun yang berisi opini-opini dari sang pemilik.
            Munculnya akun-akun pseudonim berisi opini-opini ini membuktikan teori Spiral of Silence dari Noelle Neuman, seperti yang disebutkan dalam buku Theories of Human Communication karya Little John (2008:16) :
“Kadang orang lebih suka menyimpan pendapat mereka daripada mengungkapkannya. Inilah yang disebut ‘keheningan spiral’. Keheningan spiral ini terjadi ketika dalam diri seseorang muncul perasaan bahwa pendapatnya harus diungkapkan dan di lain pihak juga ada perasaan pendapat tersebut tidak perlu diungkapkan atau dikeluarkan.”
            Silence of spiral ini terjadi akibat adanya perasaan was-was akan adanya hukuman sosial dari masyarakat atau kelompok. Seseorang akan berhati-hati dalam berbicara dan mengungkapkan pendapatnya agar tidak dipandang aneh, menyebalkan atau menyimpang oleh masyarakat. 
            Dengan adanya sosial media seperti twitter, kekhawatiran terhadap hukuman sosial tersebut sirna. Pengguna dapat menyalurkan pendapatnya tanpa takut identitas aslinya diketahui oleh publik. Sehingga opini yang tertuang dalam akun pseudonim tersebut cenderung lebih blak-blakan.
            Dalam teori Silence of Spiral ini juga disebutkan, bahwa seseorang akan mencari orang atau kelompok yang memiliki opini yang sama. Hal ini dikarenakan opini yang dapat diterima adalah opini yang merujuk pada sentimen kolektif dari sebuah populasi terhadap subjek tertentu. Sehingga persetujuan orang lain terhadap sebuah opini dianggap sangat penting. “Social media seperti twitter jelas merupakan wahana yang sangat potensial untuk menggiring opini publik,” (Parikesit, 2012).
Karena itu, wajar saja apabila kemudian akun-akun ini memiliki jumlah follower yang tidak sedikit. Pengguna twitter lain yang setuju terhadap opini yang disuarakan oleh akun anonim tersebut akan mengamini dengan fasilitas tombol retweet yang tersedia. Pengaminan opini juga dapat dilakukan dengan cara mem-follow akun twitter tersebut. 
Pada akhirnya, alasan mengapa akun-akun pseudonim ini ada dan begitu populer adalah  karena orang akan mencari pembenaran dari opini-opini yang mereka miliki sehingga dapat diterima orang lain.
             
DAFTAR PUSTAKA

Downing, John D.H. (2001). Radical Media: Rebellious Communication and Social Movements. USA: Sage Publications, Inc.

John, Little. 2008. Terjemahan: Theories of Human Communication. Archived at: http://dheweeq.multiply.com/journal/item/9/terjemahan-aku-n-tmn2-little-John100rb-lebih...hahaha?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem (Saturday, October 13th , 2012 11:40:08 PM)

Paramita, Rahadian P. (2012). Akun Anonim Dianggap Meresahkan, Diusulkan untuk Dimonitor. Updated By: February 7th 2012. Archived at: http://m.salingsilang.com/baca/akun-anonim-dianggap-meresahkan-diusulkan-untuk-dimonitor (Saturday, October 13th , 2012 11:40:08 PM)

Parikesit, Arli. 2012. Bagaimana Menyikapi Akun Anonim Twitter. Updated By: September 29th 2012. Archived at: http://kecopbioinfo.blogspot.com/2012/09/bagaimana-menyikapi-akun-anonim-twitter.html (Sunday, October 14, 2012 12:01:54 AM)

Thoyibie Latif. 2009. Spiral of Silence Theory. Updated By: May 27th, 2009. Archived at: http://komunikasi-indonesia.org/2009/05/teori-spiral-keheningan/ (Monday, October 15, 2012 05.54 AM)

Sabtu, 13 Oktober 2012

Menggali Fosil Ketoprak #bridgingcourse08

Menggali Fosil Ketoprak

Di tengah maraknya tayangan hiburan di televisi yang saat ini didominasi oleh film-film barat, drama Korea, sinetron-sinetron, serta acara-acara musik, seni panggung Ketoprak seolah telah hilang dari ingatan masyarakat. Kesenian asal Jawa Tengah ini telah tenggelam dalam arus modernisasi. Padahal dulu, Ketoprak memiliki tempat istimewa di lingkungan masyarakat. Seni pementasan ini dahulu begitu dihormati dan dikagumi karena menampilkan sebuah pertunjukan yang mengombinasikan seni peran, seni musik dan sastra sekaligus. Bahkan beberapa kelompok Ketoprak menambahkan unsur seni tari dalam pementasannya. Selain itu, sandiwara yang dilakonkan dalam setiap pertunjukan ketoprak ini sarat akan nilai-nilai luhur masyarakat Jawa dan juga pesan moral.
            Di akhir era 90-an, saat Ketoprak mulai kehilangan peminatnya, para pecinta kesenian Jawa tersebut masih belum menyerah. Mereka mengemas pementasan  ketoprak dengan memasukkan unsur humor di dalamnya. Tayangan “Ketoprak Humor” yang disiarkan di 2 stasiun televisi merupakan bukti perjuangan para pecinta kesenian Ketoprak kala itu. Pelawak-pelawak ternama juga turut berpartisipasi dalam upaya melestarikan kebudayaan asli Jawa ini. Sebut saja Topan, Lesus, Timbul, dan Tessy. Nama-nama tersebut merupakan contoh pelawak-pelawak yang ikut meramaikan tayangan Ketoprak Humor ini.
 Acara tersebut sempat menjadi hits serta memperoleh rating penonton yang tinggi, meskipun disiarkan menjelang tengah malam. Sayangnya, popularitas tayangan tersebut tidak bertahan lama karena kalah bersaing dengan sinetron-sinetron bertema roman dan kehidupan remaja yang saat itu mulai memenuhi siaran televisi di awal 2000-an.
            Sekarang, bukan hanya bangku penonton pementasan Ketoprak yang sudah ditinggalkan penghuninya, televisipun enggan memberikan porsi untuk penayangan kesenian rakyat yang satu ini. Alasan mengapa Ketoprak dan kesenian tradisional lainnya begitu sulit mendapat kesempatan untuk tampil di televisi karena tayangan-tayangan semacam ini dianggap kurang mampu menarik perhatian pemirsa. Padahal, televisi merupakan sumber hiburan pokok masyarakat Indonesia saat ini. Akibatnya, kecintaan terhadap seni pementasan Ketoprak tidak terwariskan kepada generasi selanjutnya dan perlahan-lahan hilang dari peredaran.
            Jika kita amati, kesenian tradisional semacam Ketoprak ini memiliki nilai kearifan budaya bangsa serta menjadi bukti bahwa nenek moyang kita sebenarnya sudah sangat maju di bidang seni. Unsur-unsur yang terdapat di dalam Ketoprak ini pun memiliki potensi yang tinggi untuk dapat memikat para wisatawan asing. Terbukti dengan banyaknya pelajar asing yang berminat mempelajari gamelan yang merupakan salah satu unsur pokok seni Ketoprak. Contoh lainnya juga dapat dilihat bagaimana pentas teater dan tari Ramayana yang rutin digelar di kompleks Candi Prambanan tidak pernah sepi penonton. Hal ini membuktikan bahwa Seni Ketoprak masih memiliki potensi untuk dapat dibangkitkan dan dikembangkan.





Sabtu, 06 Oktober 2012

Nasib Industri Game Memburuk #bridgingcourse07

           Nasib Industri Game Memburuk

Saat kita berbicara tentang industri game, mungkin hal yang terbayang pertama kali dalam benak kita adalah sebuah industri hiburan raksasa tempat para jenius di bidang kreatif bekerja, meliputi game developer, designer, programmer maupun game tester. Industri multi-billionaire ini telah mempekerjakan ribuan karyawan di seluruh dunia setiap tahunnya dan memberi kontribusi besar terhadap perkembangan teknologi yang ada sekarang ini.

Sayangnya, beberapa tahun belakangan ini, industri game seperti sedang diterpa angin kencang. Banyak kabar-kabar yang kurang mengenakkan ditujukan kepada perusahaan dan para pecinta game. Pasalnya, di beberapa negara pusat game dunia seperti Amerika dan Jepang, penjualan perangkat lunak dan juga konsol game mengalami penurunan yang cukup signifikan. Penurunan angka penjualan perangkat lunak dan konsol game tersebut didukung pula oleh penurunan jumlah gamer itu sendiri, terutama di 3 negara pusat gamer dunia, yaitu Amerika, Eropa, dan Jepang.

            Turunnya pendapatan perusahaan game ini juga berdampak langsung pada manajemen perusahaan game tersebut. Salah satu perusahaan yang merasakan dampak dari turunnya pendapatan perusahaan tersebut adalah Sony. Perusahaan raksasa yang sejak lama dikenal sebagai salah satu penggerak industri game dan konsol taraf internasional ini terpaksa menutup salah satu studio game tertuanya di Liverpool karena kondisi keuangan yang tidak menunjukkan tanda-tanda membaik. Beberapa perusahaan game lain seperti Popcap pun terpaksa merumahkan puluhan, bahkan ratusan karyawannya untuk menyelamatkan perusahaan dari kebangkrutan.

Salah satu penyebab mengapa angka penjualan perangkat lunak dan konsol game tersebut mengalami penurunan adalah beralihnya konsumen game dari perangkat console dan PC ke perangkat yang lebih bersifat mobile, seperti smartphone dan tablet. Popularitas smartphone dan tablet yang kian menanjak ini memberi dampak yang besar  kepada penurunan industri game inti (console gaming dan pc gaming). Hal ini disebabkan oleh rutinitas masyarakat saat ini menuntut manusia untuk terus mobile sehingga mereka tidak memiliki waktu untuk stay di rumah dan bermain game inti seperti PC ataupun konsol game lainnya seperti play station, xbox dan Nintendo.

Selain itu, beberapa alasan lain yang sering dikemukakan perihal pilihan konsumen untuk lebih memilih smartphone dan tablet ini secara garis besar ada dua. Alasan pertama berkait dengan biaya yang harus dikeluarkan. Harga software untuk smartphone dan tablet relative lebih murah dan bersahabat. Bahkan beberapa game dan aplikasi dapat diunduh secara gratis.  Kemudian alasan yang kedua, kepraktisan layanan yang ditawarkan untuk memperoleh game smartphone dan tablet. Konsumen hanya perlu browsing ke application store, memilih game yang diinginkan, dan menginstallnya. Voila, game baru sudah siap untuk dimainkan. Tentunya kedua hal tersebut  menjadi daya tarik sendiri bagi para konsumen, terutama untuk masyarakat yang saat ini mobilitasnya semakin tinggi.

            Di samping hal-hal yang telah disebutkan di atas, ada sebab lain yang bertanggung jawab atas turunnya penjualan perangkat lunak tersebut, yaitu pembajakan. Maraknya pembajakan yang sebagian besar dilakukan oleh hacker-hacker ulung ini tentunya berdampak langsung terhadap tingkat penjualan. Perusahaan game Ubisoft, merupakan salah satu perusahaan yang mengalami kerugian besar akibat tindakan pembajakan yang dilakukan oleh para hacker, karena presentasi pembajakan terhadap produk versi PC mereka mencapai 95%.

Maraknya pembajakan ini tentu tak luput dari masalah ongkos. Mahalnya harga perangkat lunak asli dan kemudahan untuk mendapatkan game bajakan tentu membuat konsumen lebih memilih versi bajakan dibandingkan versi aslinya. Tidak seperti masalah-masalah yang diungkapkan sebelumnya, untuk masalah pembajakan ini, tentunya dibutuhkan kesadaran diri masing-masing untuk memerangi pembajakan tersebut dengan membeli dan menggunakan versi aslinya.

           
 

(c)2009 Live In A Toy. Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger